Keunggulan Energi Geothermal Dorong Transisi Energi Indonesia
- Jumat, 19 September 2025

JAKARTA - Energi panas bumi atau geothermal mulai menempati posisi strategis dalam peta energi nasional. Selain ramah lingkungan, pengembangan sumber energi ini juga memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Banyak pihak kini menilai geothermal sebagai solusi jangka panjang untuk kebutuhan energi yang stabil dan berkelanjutan.
“Pemanfaatan energi panas bumi sangat penting untuk mendukung penurunan emisi karbon dan memenuhi kebutuhan energi nasional,” ujar Pakar Geothermal Ali Ashat.
Baca Juga
Pernyataan ini menegaskan urgensi geothermal dalam strategi energi Indonesia, terutama menghadapi tantangan pemanasan global dan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Ali menekankan bahwa salah satu keunggulan utama geothermal adalah kemampuannya beroperasi selama 24 jam penuh, layaknya pembangkit batu bara, tetapi dengan emisi jauh lebih rendah.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dibanding sumber energi baru terbarukan (EBT) lain yang sering tergantung pada kondisi alam, seperti angin atau matahari.
“Geotermal menghasilkan emisi yang sangat kecil. Perbandingannya, jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000, geotermal hanya sekitar 100 atau bahkan kurang,” jelas Ali.
Data ini menunjukkan bahwa pemanfaatan geothermal bukan hanya berkontribusi pada energi bersih, tetapi juga mengurangi jejak karbon secara signifikan.
Selain itu, Ali juga meluruskan berbagai anggapan keliru terkait dampak lingkungan geothermal. Banyak masyarakat yang masih mengkhawatirkan pencemaran air tanah atau eksploitasi berlebihan, padahal sumber panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi.
“Sumber energi panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi, terpisah dari sistem air tanah yang digunakan masyarakat. Jadi tidak mengganggu kebutuhan air warga. Selain itu, emisinya sangat rendah dibandingkan pembangkit konvensional,” tegas Ali.
Contoh nyata keberhasilan ini dapat dilihat di PLTP Kamojang, Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1983.
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menunjukkan bahwa geothermal juga menguntungkan dari sisi bisnis. Laba bersih perusahaan naik 49,7 persen dibanding tahun 2021, menandakan sektor ini semakin menarik bagi investor dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Baru-baru ini, PGE bersama PT PLN Indonesia Power (PLN IP) menandatangani Head of Agreement (HoA) sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan energi dan mempercepat transisi menuju energi bersih. Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Yudha Permana Jayadikarta menilai kolaborasi ini sebagai inisiatif penting untuk mencapai target kapasitas 3 gigawatt (GW) di masa mendatang.
Yudha menekankan bahwa kolaborasi ini diharapkan dapat menanggulangi tantangan pengembangan geothermal, termasuk perizinan, aspek sosial, hingga isu lingkungan. “Pertama, kompleksitas perizinan antarinstansi ini tidak mudah,” ujarnya. Proses hukum dan peraturan menjadi aspek krusial agar pengembangan tetap berada dalam koridor legal.
“Tentunya harus patuh kepada Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi di sektor ketenagalistrikan dengan mendorong pengembangan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara,” papar Yudha di Jakarta.
Selain regulasi, tantangan teknis seperti pengelolaan teknologi di lokasi terpencil dan aktivitas pengeboran juga perlu strategi operasional matang. “Pengelolaan teknologi baru di lokasi remote dan aktivitas drilling menjadi tantangan operasional yang perlu diantisipasi dengan pendekatan teknis yang tepat,” kata Yudha.
Jika tantangan ini berhasil diatasi, Yudha menyebut bahwa pengembangan panas bumi bisa menarik investasi hingga USD 5 miliar. Pendanaan ini bisa diperoleh melalui obligasi hijau atau green bond, dengan reputasi PGE sebagai jaminan kepercayaan investor internasional. “Tetapi, reputasi yang baik dari PGE mampu berperan untuk menguatkan kepercayaan pendanaan dari luar,” jelasnya.
PGE dan PLN IP menargetkan 19 proyek geothermal eksisting dengan total kapasitas 530 MW, mencakup tujuh proyek brownfield, delapan yellowfield, dan empat greenfield di berbagai wilayah, termasuk Hululais, Ulubelu, Lumut Balai, Lahendong, Kamojang, Sungai Penuh, dan Kotamobagu.
Selain itu, ada proyek bottoming unit di Ulubelu (30 MW) dan Lahendong (15 MW) menggunakan teknologi co-generation.
Peran strategis Danantara Indonesia sebagai fasilitator sinergi antar-BUMN juga sangat penting. Yudha menekankan bahwa kapasitas lintas BUMN dapat memperkuat integrasi geothermal nasional, sekaligus mempercepat realisasi proyek eksisting.
“Dengan Danantara, maka bisa terjalin kerja sama untuk mempercepat proyek eksisting melalui skema joint. Ini bisa juga memperkuat kedaulatan energi nasional,” ujarnya.
Kolaborasi PGE dan PLN IP, ditambah dukungan Danantara, menunjukkan komitmen nyata Indonesia untuk memanfaatkan energi panas bumi. Selain mendukung transisi energi bersih, langkah ini sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di daerah-daerah yang menjadi lokasi proyek.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
ASDP Perkuat Keselamatan dengan Layanan Jalur Logistik B3
- 19 September 2025
2.
KAI Tawarkan Diskon Tiket Jarak Jauh dan Kereta Bandara
- 19 September 2025
3.
Samsung Galaxy S25 FE: Spesifikasi Lengkap dan Harga Resmi
- 19 September 2025
4.
Intip Spesifikasi dan Harga Huawei Pura 80 Ultra di Indonesia
- 19 September 2025
5.
Intip Spesifikasi Lenovo Legion 7i 16IAX10, Laptop Gaming Premium
- 19 September 2025